Ada
banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara
Atman dengan Brahman. Salah satu jalan yang dapat digunakan oleh manusia adalah
yoga. Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti
menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Yoga juga berarti pengekangan
gelobang-gelombang otak dan focus kehadapan sang pencipta. Yoga sendiri
dipelopori oleh seorang maharsi yang bernama maharsi patanjali, maharsi
patanjali mengajarkan yoga dilaksanakan dengan delapan tahap yang disebut
dengan astangga yoga.
Bagian-bagian
astangga yoga yaitu:
1. Yama
2. Niyama
Penguasaan spiritual
dalam memelihara kemurnian hidup sebagai manusia ciptaan Tuhan
3. Asana
Rangkaian gerak postur
untuk melatih serta memelihara juga meningkatkan fungsi seluruh bagian tubuh
4. Pranayama
Seni pernapasan yang
mampu meningkatkan kualitas kehidupan secara menyeluruh
5. Pratyahara
Penguasaan diri yang
bersifat internal. Kemampuan untuk fokus terhadap apa yang ada dalam ‘diri
seorang manusia’
6. Dharana
Konsentrasi, apabila
kita mampu memelihara fokus tadi secara lebih intens
7. Dhyana
Sebuah level di mana
fokus tadi menjadi sesuatu yang bersifat otomatis, panjang namun tanpa beban.
Pelakunya mampu membuat diri mereka fokus penuh konsentrasi namun terlihat luar
biasa relaks serta nyaman
8. Samedhi
Saat semua pencapaian positif
tersebut telah termanifestasi dalam semua aspek kehidupan sang manusia pelaku
yoga
Dari
kedelapan bagian Astangga Yoga tersebut sebagai tahap awal dan dasar dalam
melakukan yoga adalah Yama, Yama sebagai tahap awal dan dasar dalam Astangga
Yoga disebut dengan Panca Yama Brata.
Panca Yama Brata berarti lima macam
pengendalian diri dari godaan-godaan nafsu yang jahat untuk mencapai
kesempurnaan lahir dan bhatin. Adapaun pembagian Panca Yama Brata adalah:
1.
Ahimsa
Perkataan Ahimsa berasal dari dua
kata yaitu : “a” artinya tidak, “himsa” artinya menyakiti, melukai, atau
membunuh.
Sehingga, Ahimsa artinya tidak
menyakiti, melukai, atau membunuh mahluk lain baik melalui pikiran, perkataan,
dan tingkah laku secara sewenang–wenang. Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya
untuk tidak membunuh atau menyakiti mahluk lain adalah dosa. Ajaran Ahimsa itu
merupakan salah satu faktor susila kerohanian yang amat penting dan amat utama.
meskipun ajaran Ahimsa itu berarti
tidak membunuh tetapi dalam batas – batas tertentu kita diperbolehkan membunuh.
Dalam
Kitab Slokantara disebutkan ada empat macam pembunuhan yang diperbolehkan,
yaitu :
- Dewa Puja : Persembahan kepada Dewa ( Dewa Yadnya )
- Pitra Puja : Persembahan kepada Roh leluhur ( Pitra Yadnya )
- Athiti Puja : Persembahan kepada tamu yang kita hormati
- Dharma Wighata : kewajiban bagi semua orang membunuh mahluk yang mengganggu atau memberi penderitaan terhadap umat manusia.
Sedangkan
mahluk yang kita persembahkan kepada Dewa Puja, Pitra Puja, Athiti Puja, dan
Dharma Wighata pun kalau untuk upacara berarti kita menolong untuk meningkatkan
jiwanya, sebab sebelum menyembelih binatang biasanya terlebih dahulu diberi
mantram yang berbunyi sebagai berikut :
“ Om Papasayah wiwaha ceras shadayat dimahitano jiwah
pracodayat “
artinya :
“Ya Tuhan saya hendak memotong hewan atau binatang ini dengan memotong
kepalanya, semoga jiwanya dapat meningkat. “
2. Brahmacari.
Kata
Brahmcari terdiri dari dua kata, y: Brahma dan cari atau carya. Brahma artinya
Ilmu pengetahuan sedangkan Cari atau carya berasal dari bahasa sansekerta,
yaitu : Car artinya gerak atau tingkah laku. Sehingga Brahmacari berarti tingkah
laku manusia dalam menuntut ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang
ketuhanan dan kesucian.
Brahmacari
juga disebut masa Aguron – guron ( masa berguru ). Oleh karena itu, seorang
siswa kerohanian harus mempunyai pikiran yang bersih yang hanya memikirkan
pelajaran atau ilmu pengetahuan saja, supaya perasaan dan pikiran bisa
terpusat. Belajar dengan baik perlu adanya tata tertib yang baik seperti : pemakaian
waktu, kebersihan, kesopanan, ketertiban pembagian tugas, dan juga sangsi –
sangsi pelanggaran yang lebih penting lagi, seorang siswa kerohanian atau
seorang Brahmacari dilarang kawin, berdagang, dan berpolitik.
Didalam
hubungan sosial masyarakat seorang siswa diharapkan memasuki tahap berikutnya
yaitu tahap Grahastha yakni masa hidup berumah tangga. Di dalam Slokantara
disebutkan mengenai perkawinan masa Brahmacari dan dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu :
- Sukla Brahmacari : Orang yang tidak pernah kawin sejak kecil sampai ia meninggal dunia. Tokoh yang melakukan Sukla Brahmacari di dalam pewayangan, adalah Bhisma dalam Mahabharata, dan Laksmana dalam cerita Ramayana.
- Sewala Brahmacari : orang yang kawin beristri atau bersuami hanya sekali dalam hidupnya dan tidak kawin lagi walaupun istri atau suami meninggal dunia. Tokoh pewayangan yang melakukan Sewala Brahmacari dalam cerita Ramayana adalah Sang Rama.
- Tresna atau Krishna Brahmacari : orang yang kawin lebih dari satu maksimal empat orang dan tidak boleh kawin lagi. Tokoh pewayangan yang melakukan Tresna atau Krishna Brahmacari adalah Dewa Siwa yang istrinya empat yaitu Dhurga, Uma, Gori, dan Parwati.
3. Satya
Satya
adalah bagian ketiga dari Panca Yama Bratha. Satya artinya : benar, jujur, dan
setia. Satya juga diartikan sebagai gerak pikiran yang patut diambil menuju
kebenaran, yang didalam prakteknya meliputi kata – kata yang tepat dan
dilandasi kebajikan untuk mencapai kebaikan bersama. Satya, kejujuran untuk
mencari kebenaran ini memang memgang peranan yang sangat penting di dalam
ajaran kerohanian untuk mencapai kelepasan atau moksa. Di dalam sastra sering
kita jumpai sebagai motto atau semboyan yaitu : “ Satyam eva jayate “ yang
artinya hanya kejujuranlah yang menang bukan kemaksiatan atau kejahatan.
Dalam
ajaran satya mengenal Panca Satya, yaitu :
a.
Satya
Wacana artinya : setia pada kata – kata
b.
Satya Herdaya artinya : setia pada kata
hati
c.
Satya
Laksana artinya : setia dan bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
d.
Satya Mitra artinya
: setia pada teman
e.
Satya Semaya artinya : setia
pada janji.
4.
Awyawaharika artinya tidak terikat pada ikatan
keduniawian.
5. Asteya
atau Astenya
artinya tidak mencuri atau tidak memperkosa hak milik orang lain.
Panca
yama brata adalah pengendalian diri dari godaan-godaan nafsu duniawi. Oleh
karena itu tujuan melaksanakan Panca yama brata adalah untuk melatih diri agar
tidak terpengaruh rangsangan-rangsangan yang bersifat keduniawian agar dapat
mencapai kesempurnaan lahir dan bhatin, panca yama brata sebagai langkah awal
dalam Astangga Yoga mempunyai peran yang penting karena jika belum dapat
melewati tahap panca yama brata maka tidak akan dapat melanjutkan pada tahap
selanjutnya, dengan melakukan panca yama brata dengan sebaik-baiknya maka jalan
untuk mencapai tahan selanjutnya akan menjadi lebih mudah dan pada akhirnya
akan mencapai suatu kesempurnaan lahir dan bhatin.